Senin, 23 Februari 2009

Sekolah Kok Gratis, Mau Dapat Apa?

Mario Teguh Sang Motivator Kondang berkata:

”Bagaimana bisa, membayar setengah mengharapkan dapat penuh!”

Kira-kira begitulah kalimat yang akhir-akhir ini sering kita dengar diucapkan oleh Mario Teguh dalam tayangan iklan Golden Ways di Metro TV. Lama saya berpikir untuk bisa mencerna kalimat tersebut dengan baik. Kalimatnya sendiri sebenarnya singkat dan sederhana. Namun saya merasa ada makna yang sedemikian dalam terkandung dalam kalimat tersebut.

Saya jadi teringat tulisan Motivator Muda yang berjudul Beranikah Anda Berinvestasi Untuk Sukses juga tulisan Mas Hengky yang berjudul Bisnis Kok Gratisan serta tulisan Mas Iwan yang berjudul Sehat Berinvestasi. Dalam tiga tulisan tersebut sangat gamblang disebutkan betapa pentingnya sebuah investasi. Menurut mereka, keberanian berinvestasi menunjukkan kesungguhan dan akan berbanding lurus dengan kualitas hasil dari investasi tersebut. Jika kita berani berinvestasi maka kita berhak mendapatkan hasil dari investasi kita. Sebaliknya jika kita masih ragu dan takut berinvestasi maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Kenapa mereka berargumen seperti itu? Saya yakin karena mereka bertiga telah mengujicoba terlebih dulu sebelum melemparkan statementnya.

Saya sendiri sangat sepakat dengan kalimat Mario Teguh tersebut, juga statement kawan-kawan saya. Bahkan jauh sebelum kalimat itu diucapkan Mario Teguh, sebenarnya sudah sering kita dengar slogan pendek yang berbunyi ”Ada Harga, Ada Rupa”. Apa yang kita dapatkan akan sesuai dengan apa yang kita bayarkan.

Sayangnya, argumen dan slogan yang bagus tersebut hanya nyaring terdengar dalam lingkup dunia bisnis. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, apakah slogan itu bisa diberlakukan dalam dunia pendidikan? sedangkan mayoritas masyarakat kita mengharapkan sekolah itu gratis. Bahkan beberapa daerah dan propinsi sudah mulai menjalankan program sekolah gratis.

Bukannya saya tidak sepakat dengan program sekolah gratis (Kebetulan di Sumatera Selatan sudah diberlakukan program sekolah gratis). Program ini jelas sangat mulia dan memenuhi hak memperoleh pendidikan bagi masyarakat luas. Hanya saja, saya khawatir ini justru menjadi bumerang dalam sistem pendidikan kita. Terutama jika melihat pada efek jangka panjangnya. Saya berani menulis seperti ini karena menyaksikan dan merasakan secara langsung bagaimana efek sekolah gratis bagi siswa, sekolah, dan guru (Lain waktu akan saya urai tentang ini).

Tentu sangat ironis wacana sekolah gratis jika faktanya terjadi paradoks sebagaimana berikut:

  • Bagaimana bisa, sekolah gratis sedang sering saya jumpai siswa ngoceh berlama-lama via handphone?
  • Bagaimana bisa, sekolah gratis sedang orang tua siswa ke mana-mana mengendarai avanza, jazz, dan innova?
  • Bagaimana bisa, membayar setengah tapi mengharapkan penuh?
  • Bagaimana bisa, tidak membayar sama sekali tapi mengharapkan penuh?

Dan satu lagi, jika anda memiliki uang sangat cukup untuk biaya sekolah anak anda, akankah masih menyekolahkan anak anda di sekolah yang gratis? silakan berikan argumen anda. Terimakasih.

Salam Istimewa!







18 komentar:

  1. Saya harus hati2 nih berkomentar... Ok saya setuju dengan pernyataan tersebut. Dan memang investasi berbanding lurus dengan hasil yang diraih. Namun menurut saya investasi itu jabarannya sangat luas dan bukan hanya berupa uang. Bagaimana untuk kita2 yang memang terkondisikan sangat terdesak secara ekonomi, apa memang gak ada ruang untuk maju??? Di sinilah ada investasi non material lain berperan yaitu berani berinvestasi waktu, berani dan mau berpikir untuk sebuah gagasan, ide dll. Maaf ini sih hanya menurut saya saja mas kalau keliru mohon koreksi....Blog Bisnis Online

    BalasHapus
  2. Pas saya membaca komentar Mas Zam (Bagaimana untuk kita2 yang memang terkondisikan sangat terdesak secara ekonomi, apa memang gak ada ruang untuk maju??? Di sinilah ada investasi non material lain berperan yaitu berani berinvestasi waktu, berani dan mau berpikir untuk sebuah gagasan, ide dll, saya sangat teringat tentang diri saya. merantau di jakarta dengan apa adanya pada diri saya.

    karena saya selalu inget, modal manusia sama, salah satunya yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan seterusnya.

    saya tidak mempermasalahkan uang dengan pendidikan.
    =======================

    salam perenungan

    nb : ditunggu uraian tentang efek sekolah gratisnya (seneng banget deh klo pa guru membahas tentang pendidikan di Indonesia)

    blog rekan bisnis | rekanbisnisku.co.cc

    BalasHapus
  3. @ Zamahsari
    Ya tentu sangat jelas Mas Zam, bahwa investasi tidak hanya berupa harta. Itu pikiran yang sangat sempit. Di sini kita membicarakan masalah keberanian untuk berinvestasi itu, dan yang penting membuang jauh-jauh mental gratisan.
    Masih ingat kan kisah saya tentang Johan Yan. Sikap tidak bermental gratisanlah yang membuat ia tetap perkasa di saat paling genting sekalipun.
    Supaya tidak salah paham, maksud saya bermental gratisan adalah: Sengaja meminta agar diberi secara gratis. Sedangkan kalau diberi secara gratis tanpa pernah meminta terlebih dulu, itu bukan mental gratisan.

    @ Dadang Firdaos
    Semoga yang anda sampaikan bukan alibi untuk mengalihkan topik tentang investasi harta.
    Semua orang berhak maju, Mas! Pendidikan bukan hak mereka yang berduit saja. Tetapi dengan terbiasa dicekoki dengan yang gratis-gratis bukankah nanti malah ......
    Ah, dijawab di posting selanjutnya saja ya? biar tambah penasaran hehehe...

    Salam Istimewa!

    BalasHapus
  4. Menurut pandangan saya,"harga tidak akan membohongi anda".Kalaupun untuk memperoleh pendidikan harus mengeluarkan investasi yang besar, saya yakin output yang diperoleh akan lebih maksimal dibanding dengan yang gratisan

    BalasHapus
  5. Terima kasih Mas Umar artikelnya sangat istimewa, memang benar banyak dampak yg terjadi dari sekolah gratis bagi siswa dan orang tua siswa, begitu pun sekolah yang bayar dan mahal pun tidak menjamin siswa untuk berhasil.

    Semua kembali lagi kepada diri kita masing-masing atau disesuaikan dengan kemampuan.
    Punya banyak investasi pun kalau tdk terencana tidak akan berhasil.

    Semangat Sukses.

    BalasHapus
  6. Sebenarnya akan bagus sekali jika sekolah itu gratis namun tentunya mesti sejalan dan seimbang dengan kualitas pengajaran dan pendidikan yang diterapkan sekolah gratis tersebut. Namun, saat ini banyak fakta kualitas manajemen sekolah menurun hanya karena menyandang gelar sekolah gratis. Tentu sebuah dilema... Dan PR bagi pak guru nih..he..he..he..

    Mario Teguh adalah motivator professional dan jitu...sangat menambah semangat kita untuk menjalani segala problema kehidupan...

    Artikel yang menarik mas, terutama di era pendidikan yang sangat mempunyai andil untuk kemajuan bangsa dan negara.

    Salam Sukses

    BalasHapus
  7. @ Rully Nugraha
    Sepertinya keyakinan Mas Rully ini kuat sekali.
    Semoga ini didasarkan pada fakta yang ada, terutama di dunia offline.
    Sayang, Mas Rully tidak ada argumen tambahannya.
    Btw, trims Mas supportnya.

    @ Iwan Epianto
    Jujur memang tidak ada jaminan apa pun dari sekolah untuk membuat siswanya sukses. Namun dengan tidak adanya jaminan itu menurut saya lebih baik karena siswa dituntut lebih kreatif dan inovatif selepas sekolah. Adanya jaminan justru dapat membuat siswa menjadi mandul dan malas.
    Sekolah hanya memberikan kail dan umpan. Jadi, sepakat Mas Iwan bahwa semua tetap kembali kepada masing-masing individu tersebut.

    Mengenai investasi yang gagal, sangat jelas itu karena kurang prencanaan dan managemen investasi yang salah. Untuk itu, setelah kita berinvestasi, jangan lantas berlepas tangan begitu saja. Masih ada tugas lain, yaitu mengamankan investasi kita. Ini sebagaimana yang saya pesankan dalam artikel sebelumnya (pesan nomor 1).

    @ Handoko Tantra
    Idealnya memang seharusnya begitu Mas Tantra. Namun bila kembali merujuk pada kalimat Mario Teguh, akan sangat terlihat kejanggalan yang ada. "Bagaimana bisa, membayar setengah tapi berharap dapat penuh" dan lebih parahnya lagi, "Bagaimana bisa, tidak membayar sama sekali tapi berharap dapat penuh".

    Btw, sadarkah kita bahwa banyak sistem terselubung warisan budaya kolonial yang masih lestari hingga kini. Padahal, itu hanya strategi politik Belanda untuk membuat bangsa kita semakin bodoh dan tidak berkembang. Akankah masih ditambah lagi dengan prapaganda sekolah gratis ini.
    Penasaran? hehehe....tunggu di artikel saya berikutnya.


    Salam Istimewa!

    BalasHapus
  8. Artikel yang sangat kontroversial mas Umar, luar biasa!

    sedikit respon,
    penghapusan nilai pada suatu obyek, sama artinya menghapus manfaat dari nilai tersebut.Jika menginginkan yang gratis, maka jangan harap kualitas yang bagus.

    sedikit perenungan, bahwa masyrakat kita masih mengadopsi mental paranoid.jadi di butuhkan waktu yang cukup untuk mengikis mental paranoid tsb. dengan syarat, lakukan latihan2 konstruktif untuk membangkitkan semangat juang yang siap menempuh resiko.

    fenomena sekolah gratis adalah issu sosial politik yang akhir2 ini marak dimanfaatkan oleh para elit. dengan memanfaatkan mental parno dan mental gratisan tsb.

    diperlukan pemahaman yang arif dalam merespon fenomena tersebut.

    karena persoalan ini telah menjadi bahan propaganda/perdebatan anatara kelompok2 kepentingan.


    SALAM SUKSES = BLOG MOTIVASI MENTAL =

    BalasHapus
  9. tdak ada yg sakah dngn program skloah yg gratis, yg salah adalah prosedur dan krteria orng2 yg hrus skolah dstu... Mngkinkah orang yg mampu jga brskolah gratis? Baiknya diberikan trget yg tpat untk sapa skloah gratis itu...

    dan sya lihat selama ini skolah gratis hnya sbuah program yg tdak dtndak lanjuti scara serius oleh pmerintah

    BalasHapus
  10. Mungkin akan lebih berhasil meski sekolah itu bayar setengah atau bahkan gratis sekalipun, kalau menggunakan sistem yang digunakan dalam pondok pesantren.
    Dimana siswa secara penuh dikonsentrasikan untuk belajar, semua kegiatan siswa dikontrol dalam linkungan sekolah.
    Coba saja simak sistem-sistem yang digunakan oleh sebagian besar Ponpes. Siswa lulusan dari sebuah ponpes akan mempunyai nilai lebih dalam keilmuan dibandingkan dengan siswa dari sekolah umum, tentu dalam bidang ilmu yang diterapkan di Ponpes.
    Seandainya sekolah umum menerapkan sistem itu, betapa bermutunya siswa kelulusan dari sekolah umum, walau mereka membayar setengah, atau tidak bayar sekalipun.

    BalasHapus
  11. Sebuah fakta yang saya tahu dari teman saya, yang anaknya sudah masuk SD pada sekolah gratis. Bukannya saya tidak setuju pada proram sekolah gratis tersebut. Tetapi kenyataan di lapangan, siswa harus punya buku pelajaran yang mau tidak mau harus beli. Siswa harus mengikuti exkul dan less privat yang diselenggarakan oleh sekolahnya. Semua itu ujung-ujungnya harus keluar duit juga. Mungkin jika nominalnya dikonversi pada sekolah bayar, bisa jadi tidak kalah besarnya bahkan bisa lebih. Jadi percuma dong sekolah gratis, kalau ada oknum guru yang memanfaatkan peluang sekolah gratis ini demi ada uang masukan (atas nama pribadi ataupun instansi).
    Saya bukan guru, mohon maaf jika komentar saya salah.
    Sukses buat Pak Guru Bangsa, postingnya selalu menambah wawasan.

    BalasHapus
  12. Bicara soal pendidikan gratis... lihat konteksnya dulu,kepada siapa ini ditujukan. Karena bisa menimbulkan dua efek yang berbeda.

    Bila ditujukan kepada mereka yang benar-benr kurang mampu namun bersemangat untuk menimba ilmu, maka ini akan sangat bermanfaat.

    Namun bila konteksnya ditujukan untuk mereka yng sudah berduit, kecenderungannya adalah meremehkan dan tidak serius. fenomena ini hampir mirip sebagaimana artikel yang pernah saya muat di Blhttp://ariefmaulana.com/2009/02/beasiswa-kebutuhan-atau-gaya-hidup/og Motivasi Arief -

    BalasHapus
  13. Terimakasih pak guru, beberapa kali artikel mas umar dengan bjak mereview fenomena yang sedang terjadi dibangsa tercinta ini, banyak kebijakan pemerintah yang selalu menjadi pro dan kontra dikalangan masyarakat ini. Apakah itu sebuah gambaran krisis kepercayaan masyarakat kita terhadap pemerintah?
    Kebijakan sekolAH GRATIS yang ditujukan bagi masyarakat miskin agar dapat kesempatan dalam mengeyam pendidikan, justru dijadikan masalah oleh beberapa kalangan dan yang lebih menyedihkan lagi persoalan ini dikaitkan dengan isu politik :(, saya tak berani berkomentar jauh masalah kebijakan ini.Tapi satu hal yang saya harapkan semoga ini merupakan kebijakan yang murni datang dari pemerintah untuk mengangkat masyarakat miskin, dan bukan kebijakan yang dibuat dengan tujuan lain yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

    -salam hangat-

    BalasHapus
  14. saya mendukung pendapat mas Arief ... orang yang tidak mampu harus dibantu agar mendapatkan pendidikan yang layak, mereka adalah manusia sama seperti kita dan jika dibiarkan tidak berpendidikan maka jatuhlah masa depan mereka. Jika orang mampu ya seharusnya menyekolahkan anak pada tujuan kwalitas pendidikan, pilih bayar dapat pendidikan berkwalitas ...
    salam sukses

    BalasHapus
  15. @ Fadly Muin
    Menarik sekali analisis anda Mas Fadly. Sayang sekali, lagi-lagi masyarakat yang selalu dan terus-menerus menjadi objek kepentingan sesaat yang tidak bertanggung jawab.

    Mari Mas Fadly, membantu masyarakat agar bisa lebih cerdas menyikapi fenomena ini. Ingat! anak-anak kita masa depannya terancam! (simak analisis saya di artikel selanjutnya)

    @ Ardy Pratama
    Harusnya memang demikian Mas Ardy. Itu lebih objektif dan tepat sasaran.
    Saya kok lebih cenderung program yang bersifat memberi kail daripada langsung memberi ikannya.
    Dan betul juga apa yang anda katakan bahwa program sekolah gratis hanya bersifat pragmatis tanpa didasarkan pada analisis efek yang komprehensif. Jika pun ada analisis, paling sifatnya hanya menguntungkan kelompok tertentu saja atau ...(biasalah...muatan politis)

    @ Madhysta
    Sebuah harapan baik yang selalu jauh panggang dari api. Tapi tidak apalah, daripada tidak berharap sama sekali, hehehe...
    Saya adalah jebolan pesantren dan mengerti betul apa yang anda sampaikan tersebut. Ide yang sangat bagus, Mas!

    @ Sumartono
    Benar apa yang anda sampaikan Mas Sumartono. Tidak semua sekolah dan tidak semua Guru yang bisa konsisten berada di jalur yang benar. Itulah yang disebut fenomena, Mas!
    Berjiwa oportunis dan mengail di air yang keruh. Tapi kenapa mereka berbuat seperti itu? Hehehe...tentunya kembali pada slogan klasik, ada asap pasti ada api. Bukan begitu, Mas?

    @ Arief Maulana
    Benar sekali Mas Arief. Jadi, tidak masalah untuk kali ini pemerintah menggunakan pola tebang pilih dalam menerapkan kebijakannya. Toh, hal ini lebih objektif dan tepat sasaran.
    Saya sepakat dengan ide anda, Mas Arief.

    @ Ricky Nova
    Kita hanya ingin bersikap proporsional saja, Mas! Kalau memang kebijakan itu baik, mari kita dukung. Kalau salah, mari kita hentikan. Dan kalau masih perlu dikoreksi, mari kita koreksi bersama.
    Saya hanya bisa berbicara sesuai dengan bidang saya. Dan yang paling merasakan betul efek dari pelaksanaan program ini.

    Sebagaimana masyarakat umum, saya juga senang dengan program sekolah gratis, hanya saja perlu lebih tepat sasaran saja.

    @ Endro Sunoto.
    Idem nih ceritanya Mas? hehehe....
    Semoga mendapat pencerahan saja dari artikel ini.

    Salam Istimewa!

    BalasHapus
  16. Segala hal harus bayar agar uang tetap berputar dan ekonomi membaik. Sekolah gratis ini, harus ditelaah lagi agar bisa diketahui negatif dan postifnya....

    Huehueehuehue....... bingung juga harus komen apaan......

    BalasHapus
  17. ya sekolah gratis cuma untuk orang yang gak mampu aja...

    BalasHapus
  18. artikel menarik kang. lumayan inspiratif

    BalasHapus