Rabu, 28 November 2012

Empat Alasan Orang Lain Kaya, Anda Tidak...

Guest Post dari Syamsul Alam -- Pemilik Situs yang Rencananya Bakal Jadi Tempat Belajar Bisnis Online Gratis Terbaik se-Indonesia

Dalam perjalanan saya menjadi self entrepreneur online, mendirikan beberapa bisnis online saya sendiri, dan belajar tentang bisnis dan marketing, saya 'dipaksa' untuk melihat dan belajar dari banyak sekali orang sukses.

Ketika saya ikut kumpul-kumpul seminar, atau forum, atau komunitas para entrepreneur, saya perlahan-lahan belajar apa sih yang membedakan orang kaya dan orang yang miskin.

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari rasa penasaran masa kecil mengenai kekayaan sedikit demi sedikit terjawab. Pertanyaan yang mungkin juga sering anda tanyakan ketika anda nganggur. Pertanyaan seperti:

Apa yang membuat seseorang lebih sering beruntung dan sukses dalam bisnisnya, sementara orang lain sering gagal dan gagal terus dalam bisnisnya -- entah itu bisnis online atau bisnis konvensional? Apa yang membuat orang kaya lebih kaya, sementara yang miskin menjadi lebih miskin?

Hm...

Dan saya tahu, sukses itu sangat relatif.

Ada orang yang bilang sukses itu ketika ia menjadi pebasket atau pesebakbola profesional. Ada yang bilang sukses itu ketika bisa sekolah tinggi hingga jadi profesor, ada yang bilang kalau sukses itu ketika kita bisa mendaki puncak gunung tertinggi, dan banyak lagi...

Tapi karena blog ini tentang bisnis, mari kita sepakati satu hal.

Kesuksesan adalah ketika kita secara FINANSIAL bisa melakukan APAPUN yang kita cintai, KAPANPUN, DIMANAPUN, dan dengan cara APAPUN -- tentunya yang masih sesuai norma.

Sukses bagi kita adalah ketika kita BEBAS mau mencium istri kita DIMANAPUN, entah itu di Paris, di puncak piramid Mesir, KAPANPUN entah itu minggu depan, bulan depan, besok lusa, dan dengan cara APAPUN seperti sambil naik helikopter, sambil diiringi ratusan bunga, sambil parade, dan lain-lain.

Tentu saja contoh di atas adalah contoh yang lebay. Tapi saya yakin anda mengerti maksud saya lah...

Balik ke topik, setelah saya habiskan kurang lebih 5 tahun membaca buku, mengikuti seminar, mendengarkan CD audio, menganalisis orang sukses yang benar-benar sukses, saya mendapati kesamaan. Saya mendapati beberapa karakteristik unik. Dan tiap orang sukses yang saya tahu punya karakteristik unik ini, yang membedakan dirinya dari orang rata-rata yang biasa-biasa saja...

Orang Rata-Rata Bekerja Keras untuk Orang Lain, Orang Sukses Bekerja Keras untuk Dirinya Sendiri

Faktanya adalah bahwa TIDAK ADA hubungan langsung antara kerja keras dan kesuksesan.

Pembantu, bekerja lebih keras daripada majikannya, tapi tidak lebih sukses secara finansial daripada majikannya. Buruh bisa jadi bekerja lebih keras daripada si pemilik perusahaan, tapi pemilik perusahaan lebih sukses secara finansial daripada semua buruhnya digabung jadi satu.Yang menjadi beda adalah adalah orang kaya bekerja keras untuk dirinya sendiri.

Contoh yang paling jelas adalah Chairul Tanjung. Di awal karirnya, dia bekerja kurang lebih 14 - 18 jam sehari untuk membesarkan bisnisnya sendiri. Membesarkan pabriknya sendiri. Dia berkenalan dengan banyak orang, mengerjakan amanah yang diembankan ke dia, belajar, untuk dirinya sendiri. Agar lebih banyak jaringannya, agar dirinya lebih dipercaya orang lain. Setelah beberapa puluh tahun, lihat dia sekarang seperti apa jadinya.

Anda tahu pemilik perusahaan Aqua? Saya lupa namanya -- saya ingat saya pernah tulis mengenai dia di blog saya, yang intinya adalah dia bekerja sangat keras menjual air dalam gelas pada orang-orang di stasion dan pekerja dari luar negeri. Dia ditertawakan, tentu saja. Buat apa beli air kalau di warung bisa dapat gratis setelah pesan makan? Anda tak bisa bayangkan betapa keras kerja yang dia lakukan untuk 'membudidayakan' minum dalam kemasan. Tapi lihat Aqua sekarang. Apa ada merek yang lebih kita ingat selain Aqua? Saya tak yakin ada....

Orang Rata-Rata Melihat Istana dan Kebebasan, kemudian Berharap untuk Memilikinya, Sementara Orang Kaya Melihat Hal yang Sama, dan Berusaha untuk Memilikinya.

Hampir semua manusia di dunia ini MENGIRA dan YAKIN bahwa mereka tidak akan pernah mungkin menjadi jutawan, memiliki Alphard atau Ferrari, atau memiliki rumah senilai 3 milyar di kota besar.

Pertanyaan saya adalah kenapa?

Jika anda tanya 3 orang, apa yang mereka inginkan, sebagian besar akan jawab "uang yang lebih banyak", "hidup yang lebih tidak susah", "rumah yang bagus", "mobil yang lebih besar", "gaji yang lebih besar", dan lain-lain. Orang-orang itu sudah jelas-jelas menginginkan kehidupan yang lebih baik, uang yang lebih banyak, jalan-jalan liburan ke luar negeri, menghabiskan waktu tiga bulan penuh santai dengan keluarga di pantai Klayar di Pacitan sambil minum degan dan menikmati sunset tanpa harus khawatir mengenai uang dan pekerjaan. Tapi, karena suatu alasan, mereka memutuskan bahwa menggapai apa yang mereka impikan bukanlah sesuatu yang mereka bisa.

Apa orang-orang ini gila?

Bayangkan jika di Indonesia ini tidak ada orang-orang yang percaya bahwa suatu hari nanti, Indonesia akan merdeka. Bayangkan jika di Indonesia ini, SEMUA orang berpikir bahwa mereka tidak bisa menggapai impian kemerdekaan? Yang terjadi adalah mungkin kita MASIH DIJAJAH hari ini. Orang-orang yang berjuang dan menjadi pahlawan dan memerdekakan bangsa ini hingga saat ini adalah orang yang sama dengan anda. Mereka memampukan diri mereka untuk meraih impian mereka.

Orang-orang kaya sama saja, ketika mereka memimpikan sesuatu, mereka berkata, "Yes, Mercedez Benz Class S itu akan jadi milik saya. Saya akan cari cara agar suatu saat saya bisa hadiahkan untuk orangtua atau istri saya jalan-jalan dengan mobil itu!"

Orang Rata-Rata Mengandalkan Pihak Lain untuk Menjamin Hidup Mereka, untuk Mendapatkan Gaji, Orang Sukses Mencari Cara dan Alternatif untuk Mendapatkan Uang, untuk Kemudian Bisa Menghasilkan Uang Kapanpun Mereka Mau

Hal ini benar-benar membuat saya tertegun, terkadang tidak percaya -- ada saja orang yang komplain mengenai pekerjaan, ada saja yang komplain, "Bos saya tidak punya cukup uang untuk menaikkan gaji saya", "perusahaan tidak mau menaikkan gaji saya", "kenapa tidak ada pekerjaan dengan gaji sekian juta", dan lain-lain. Kenapa harus menunggu pihak lain memutuskan sesuatu agar anda bisa mulai mendapatkan uang? Kenapa tidak membuat keputusan tersebut sendiri?

"Saya ingin uang sekian puluh juta tiga bulan dari sekarang, oleh karenanya saya akan belajar mengenai hal ini, sehingga saya bisa membuat hal ini dan bisnis ini, sehingga saya bisa dapat sekian puluh juta tiga bulan dari sekarang!" ~ Ini baru perkataan orang KAYA!

Orang Rata-Rata Berhutang untuk Membeli Hal-Hal yang Tidak Bisa Mereka Beli agar Mereka Terlihat Kaya, Sementara Orang Kaya Hanya Berhutang untuk Mengembangkan Bisnis Mereka Sehingga Dia Bisa Membeli Hal Bagus Tanpa Harus Utang.

Saya hidup di Surabaya. Mahasiswa di Universitas yang cukup terkenal di Jatim.

Anda tidak akan percaya betapa banyak teman saya yang 'memelas' uang pada orang tuanya agar bisa ke kampus dengan mobil bagus, yang menghabiskan ratusan ribu sehari untuk belanja di mall membeli baju bagus yang sedang trendi, yang menghabiskan waktu siang dengan makan di resto bagus atau menghabiskan puluhan ribu per 30 menit untuk beli rokok di warung agar bisa ngobrol dengan teman-temannya dan terlihat sosial.Dan orang yang sama adalah orang yang selalu nunggak ketika ditagih bayar pulsa.Orang-orang bodoh macam inilah yang membuang uang yang seharusnya bisa membuat mereka kaya.

Kenyataannya adalah mereka sengaja memperbudak diri mereka sendiri dengan kehidupan konsumtif, hutang terhadap hal-hal yang mereka miliki, semata-mata agar mereka punya alasan untuk tidak mengambil resiko dan mengejar impian mereka.

Dalam bisnis online, ini adalah contoh orang yang bisa beli baju tiap bulan. Habiskan ratusan ribu untuk beli rokok tiap bulan. Habiskan ratusan ribu untuk makan dan minum di kafe, tapi selalu tidak punya uang untuk membeli domain, membeli hosting, dan berbagai keperluan lain untuk bisnisnya sendiri.

Anda tahu Mark Zuckerberg? Bocah yang punya Facebook. Pernah lihat acara interview mengenai dirinya? Lihat dia, andai uangnya digabung jadi satu mungkin bisa untuk beli separuh pulau di Indonesia. Tapi tahukah Anda, dia tak pakai jam tangan mahal, datang interview dengan sandal Adidas, t-shirt coklat simpel, dan jaket murah.

Pernah pergi ke mall jam dua siang waktu makan siang? Anda akan temukan banyak laki-laki dengan jam tangan bagus, sepatu bagus, t-shirt Polo, tapi kebanyakan adalah mahasiswa miskin, atau karyawan dengan gaji yang tidak besar-besar banget yang mencoba untuk menarik perhatian cewek cantik di mall.

Pertanyaannya, apakah anda menghabiskan uang untuk TERLIHAT sukses, atau apakah anda menghabiskan uang agar BENAR-BENAR sukses?

Seribu Tiga Ratus Kata Kemudian...

Dan hei, saya sebenarnya masih punya beberapa karakteristik orang kaya. Tapi artikel ini sudah menjadi amat panjang dan saya tak ingin menghabiskan lebih banyak waktu anda.

Jika anda suka artikel ini, atau anda suka cara saya menulis yang saya pikir, besar kemungkinan anda suka saya.

Jika demikian adanya, anda bisa kenal lebih banyak dengan saya di situs saya yang baru, situs yang dalam waktu dekat akan saya buat sebagai situs tempat belajar bisnis online gratis terlengkap dan terbaik di Indonesia. Kunjungi: http://www.syamsulalam.net/

Rabu, 26 Januari 2011

BISNIS: Terlalu Percaya, Hati-Hati Kena Batunya

Kepercayaan termasuk faktor yang sangat penting dalam suatu bisnis. Lebih-lebih dalam bisnis online yang minim kontak fisik antara penjual dan pembeli. Tidak mengherankan jika sebagian pelaku bisnis menjaga kuat-kuat kredibilitasnya dengan mencitrakan diri sebagai orang yang bisa dipercaya dan tidak mengingkari kepercayaan yang diberikan. Namun, sebagian yang lain masih saja mencoba-coba bermain api untuk mengabaikan faktor kepercayaan ini. Padahal, sekali saja kepercayaan itu hilang alamat kredibilitas sebagai pebisnis yang akan dipertaruhkan.

Kali ini, saya tidak akan membahas tentang kepercayaan dalam bisnis online karena selama enam bulan terakhir ini saya sedang vakum dari kegiatan tersebut. Walaupun demikian kegiatan bisnis offline dibidang penjualan pulsa elektrik masih tetap eksis hingga sekarang. Dan kali ini saya akan bercerita tentang bagaimana kepercayaan itu penting bagi kelangsungan suatu bisnis. Kebetulan bisnis yang saya jalani sedikit banyak juga berhubungan dengan faktor kepercayaan. Bagaimana saya harus ditinggalkan member karena telat mengirim deposit dan bagaimana saya harus kehilangan aset/modal karena terlalu percaya dengan member. Jadi, simak baik baik ya! mudah-mudahan ini tidak terjadi pada bisnis Anda.

Begini Kisahnya ...

 
Walaupun sebagian besar member saya direkrut secara online karena tersebar seantero negeri ini (hehe..). Tapi saya juga tetap merekrut member secara offline artinya mereka memang langsung kontak fisik dengan saya. Serah terima uang, komplain, dan membicarakan kesulitan-kesulitan dalam menjalani bisnis secara langsung. Member offline saya otomatis adalah kerabat atau kawan-kawan yang bertempat tinggal di sekitar rumah saya. Tapi mereka sudah saya bagi sedemikian rupa sehingga satu wilayah hanya ada satu member agar tidak terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan di kemudian hari.

Dalam hal deposit ada sebagian member yang membayar cas dan langsung saya kirim deposit sesuai permintaan, namun ada juga yang membayar deposit di belakang setelah uang dari para pembeli pulsa terkumpul. Artinya saya seratus persen memodali member tersebut untuk menjalankan bisnis pulsanya.

Karena terlalu percaya pada sang member akhirnya saya pun kena batunya. Deposit-deposit yang saya trasfer dan sudah terjual disetor dalam kondisi berkurang dengan alasan pembelinya belum bayar alias hutang. Lama kelamaan deposit deposit tersebut tidak ada yang pernah kembali lagi beserta lenyapnya member tersebut. Hal tersebut terjadi berkali-kali dengan member yang berbeda-beda. Jutaan rupiah pun hilang entah kemana. Hal tersebut saya anggap kecelakaan kecil saja dan tidak terlalu saya risaukan karena memang tidak terlalu mengganggu roda bisnis yang saya jalankan. Segala keuntungan bisnis saya putar kembali dalam bentuk penambahan aset. Jadi, peristiwa tersebut belum mempengaruhi perekonomian pribadi/keluarga. Saya hanya mengambil hikmah dari kejadian-kejadian tersebut bahwa bisnis itu memang sarat dengan resiko sebagaimana diceritakan oleh para pebisnis senior. Karena bisnis ini masih dalam skala kecil mungkin belum begitu berpengaruh, bagaimana dengan bisnis yang memang skalanya besar tentu kerugiannya pun bisa lebih banyak. Tapi sebagai pebisnis saya harus kuat mental untuk menghadapi semua kenyataan yang ada baik menguntungkan ataupun merugikan.

Sebagaimana saya kemukakan sebelumnya, pernah juga saya ditinggalkan member karena dia tidak percaya lagi dengan saya. Ceritanya sang member tersebut telah setor dana untuk pengisian deposit. Dan saya menjanjikan keesokan harinya karena memang tempat tinggal saya dengan kantor pos (bank muamalat) lumayan jauh. Kebetulan cadangan deposit yang saya miliki juga sedang menipis sehingga tidak bisa ditransferkan kepada dia. Keesokan harinya diluar duagaan bank sedang error sehingga tidak bisa transfer. Saya pun memberitahukan perihal tersebut kepada member saya dan menjanjikan akan segera ditransfer kalau bank sudah online. Ternyata tiga hari kemudian bank baru online dan sayapun segera menyelesaikan proses transfer deposit. Celakanya deposit yang saya transfer kepada member tersebut tidak sesuai dengan jumlah uang yang dia setor alias lebih kecil nominalnya. Hal tersebut terjadi karena memang saya lupa dan ceroboh. Otomatis sang member pun komplain dan memberitahukan kalau jumlah deposit yang saya kirim kurang. Saya pun minta maaf dan langsung mengirimkan kekurangannya. Namun ternyata itulah terakhir kali dia setor uang deposit dan sejak saat itu tidak pernah menghubungi saya lagi. Padahal dia adalah salah satu member saya yang aktif dan rutin mengisi deposit. Saya pun memahami kalau saya memang salah dalam hal ini.

Sebelum mengakhiri tulisan ini saya kembali mempertegas apa yang saya sampaikan di muka bahwa setiap bisnis selalu membawa resiko jadi sejak awal memang harus siap mental untuk menghadapinya, dan jangan pernah mundur sebelum kesuksesan menghampiri bisnis Anda. Salam Sukses!


Salam Istimewa! 




Sabtu, 22 Januari 2011

Menjadi Kepala Sekolah: Antara Anugerah dan Bencana

Kepala Sekolah adalah jabatan yang sangat strategis di lingkungan sekolah. Ibarat perusahaan dia adalah manajernya, ibarat kapal ia adalah nakhodanya, dan ibarat kereta dia adalah masinisnya. Singkat kata Kepala Sekolah adalah The Man of Maker roda kehidupan di sekolah. Baik buruknya pengelolaan suatu sekolah ada pada tangan dingin dan otak jernih sang Kepala Sekolah.

Begitu vitalnya peran seorang Kepala Sekolah hingga sebagian besar guru begitu mengimpi-impikan jabatan tersebut. Ada persepsi umum bahwa dengan menjadi Kepala Sekolah akan menaikkan status sosial, banyak relasi, memiliki kekuasaan, dan sebagian kecil diantaranya mempersepsikan Kepala Sekolah otomatis banyak uangnya.

Padahal tentu tidak serta merta persepsi tersebut dapat dibenarkan ataupun disalahkan. Ada baiknya dalam menilai suatu persepsi mengutamakan unsur objektifitas berdasarkan realita yang ada. Jangan sampai terjebak pada alur persepsi yang keliru hanya dikarenakan penilaian secara parsial dan subjektif.

Mari sejenak membuka diri dan cakrawala berpikir untuk bersama membedah maksud judul artikel ini. Pada judul tersebut terdapat dua variabel yaitu ”anugerah” dan ”bencana” yang melekat pada jabatan Kepala Sekolah. Betulkah demikian?


Menjadi Kepala Sekolah adalah Anugerah

Realita menunjukkan bahwa Jabatan Kepala Sekolah memang memberikan efek berbeda dan cukup signifikan pada profil penyandangnya. Bila sebelumnya ia kurang dikenal mendadak menjadi terkenal; Memiliki banyak relasi terutama di bidang pendidikan; Memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengendalikan roda kehidupan di sekolah; Memiliki kewenangan dalam hal anggaran sekolah; Mengangkat status sosial di mata masyarakat. Dan lain sebagainya yang tentunya kesemuanya mengarah pada pemenuhan nilai tambah pada diri sang Kepala Sekolah.

Hal itulah yang dikatakan sebagian orang sebagai sebuah anugerah, yaitu sebuah nilai kebaikan yang seolah-olah datang dari langit dan patut disyukuri. Hingga tidak mengherankan bila banyak guru yang berambisi mengejar jabatan tersebut. Baik dengan cara yang lumrah sesuai dengan prosedur yang ada, maupun dengan cara-cara yang sedikit kotor. Misalnya dengan menjilat atasan, sikut sana sikut sini, nepotisme, kolusi, menyuap dan lain sebagainya. Memang patut disayangkan, namun itulah realita kehidupan dan warna-warni pribadi manusia yang turut mewarnai ranah pendidikan di negeri ini.



Menjadi Kepala Sekolah adalah Bencana


Posisi strategis sebagai pengandali sekolah otomatis menuntut adanya sikap, pemikiran, dan perlakuan yang ekstra dari Kepala Sekolah. Setiap saat akan sibuk dengan berbagai rencana-rencana dalam mewujudkan visi dan misinya. Sibuk dengan berbagai masalah baik masalah di kalangan siswa, antarguru, dan juga dengan atasan yang kesemuanya menuntutk penyikapan yang bijaksana. Terkadang pula bekerja tanpa kenal waktu yang pada akhirnya merampas hak-hak pribadinya untuk hidup secara normal. Kesalahan dalam pengelolaan keuangan sekolah juga dapat menjadi bumerang yang sewaktu-waktu siap menyeretnya masuk penjara. Dan satu lagi, seorang teman yang kebetulan seorang Kepala Sekolah mengatakan bahwa ”
Ketika seseorang menjadi Kepala Sekolah itu ibarat masuk dalam lingkaran setan”. Apa maksudnya? Ini terkait dengan praktik suap-menyuap yang sudah mendarah daging di negeri ini. Sangat sulit untuk menghindar dari praktik seperti itu karena taruhannya adalah kelangsungan hidup sekolah yang dipimpin. Bila ’keukeuh’ dengan idealisme pribadi, maka lambat laun ’tamatlah’ riwayat sekolahnya. Program-program sekolah yang terkait dengan pembiayaan dari pemerintah akan macet begitu pula dengan bantuan-bantuan yang bersumber dari anggaran negara.

Demikian sulit dan beratnya beban yang harus ditanggung dan dijalankan oleh seorang Kepala Sekolah sehingga ada yang mempersepsikan bahwa Jabatan Kepala Sekolah sama dengan sebuah bencana. Tidak ada yang menarik dari sebuah istilah bernama ”bencana”. Yang ada justru setumpuk kesedihan, kegelisahan, ketakutan, kesakitan, dan perasaan tidak menyenangkan lainnya yang datang silih berganti.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyuguhkan sebuah persepsi umum lain kepada Anda bahwa jabatan apapun itu akan selalu diiringi dengan resiko. Para profesional sering mengatakan hal tersebut dengan kalimat pendek ” itulah resiko sebuah pekerjaan ”. Artinya, bila Anda takut dengan resiko, berarti Anda jangan pernah coba-coba mengambil jabatan/pekerjaan tersebut. Sekarang kembali kepada Anda, ada di persepsi mana Anda menempatkan diri.




Selasa, 09 Maret 2010

Mengenal Berbagai Tipe Belajar Siswa (Bagian 1)

Manusia diciptakan beraneka ragam bentuk, sifat, minat, bakat, dan lain sebagainya. Keanekaragaman hasil ciptaan Tuhan ini adalah sunatullah yang harus disyukuri. Betapa tidak, andai saja manusia diciptakan seragam, dapat dibayangkan alangkah susahnya proses interaksi antarmanusia. Penyebabnya adalah bisa jadi antarmanusia tersebut tidak saling mengenal ciri khas satu sama lain. Sehingga sangat sulit membedakan antara Si A dan Si B.

Dalam konteks pendidikan, keanekaragaman tersebut dapat ditemui dalam hal tipe-tipe belajar siswa. Para ahli di bidang pendidikan menemukan fakta bahwa setiap individu siswa memiliki tipe belajarnya sendiri-sendiri. Tipe-tipe belajar tersebut cenderung berbeda satu sama lain (walaupun ada juga yang sama). Fakta tersebut selanjutnya menjadi acuan bagi para guru dalam menentukan metode pembelajaran apa yang sekiranya cocok diterapkan dikelasnya. Hal ini menjadi penting mengingat sebuah kelas terdiri dari sekumpulan individu yang berbeda. Dengan demikian, sangat dimungkinkan terdapat beraneka ragam tipe belajar di dalamnya. Alangkah tidak bijak jika guru hanya menggunakan satu metode mengajar saja secara monoton dalam setiap KBM-nya. Dengan kata lain, guru tersebut terindikasi hanya mengakomodasi salah satu dari sekian banyak tipe belajar siswanya.

Untuk itu, guru profesional adalah guru yang mengajar dengan multimetode dan multigaya. Namun demikian, penerapan multimetode pengajaran tidak bisa sembarangan. Guru profesional tetap harus melakukan pengidentifikasian dahulu terhadap tipe-tipe belajar siswanya. Pengidentifikasian ini pada awalnya bisa menyulitkan, namun akan menjadi mudah jika telah terbiasa. Berikut adalah sedikit panduan mengidentifikasi tipe-tipe belajar siswa melalui pengenalan ciri dan sifatnya.

Tipe Belajar Visual
Bagi siswa yang bertipe belajar visual, yang mememgang peranan penting adalah mata / penglihatan visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / ititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran ersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis.

Ciri-ciri Tipe Belajar Visual :


  • Bicara agak cepat
  • Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
  • Tidak mudah terganggu oleh keributan
  • Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
  • Lebih suka membaca dari pada dibacakan
  • Pembaca cepat dan tekun
  • Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
  • Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato
  • Lebih suka musik dari pada seni
  • Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
  • Mengingat dengan Asosiasi Visual

Tipe Belajar Auditif
Siswa yang bertipe auditif mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Karena akan sia-sialah guru yang menerangkan kepada siswa tuli, walaupun guru tersebut menerangkan dengan lantang , jelas dan dengan intonasi yang tepat.

Ciri-ciri Tipe Belajar Auditif :


  • Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
  • Penampilan rapi
  • Mudah terganggu oleh keributan
  • Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
  • Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
  • Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
  • Biasanya ia pembicara yang fasih
  • Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
  • Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
  • Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain
  • Berbicara dalam irama yang terpola
  • Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara

Tipe Belajar Kinestetik 
Siswa yang bertipe belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Ciri-ciri Tipe Belajar Kinestetik :
  • Berbicara perlahan
  • Penampilan rapi
  • Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
  • Belajar melalui memanipulasi dan praktek
  • Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
  • Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
  • Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
  • Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
  • Menyukai permainan yang menyibukkan
  • Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
  • Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi

Tipe Belajar Taktil 

Taktil artinya rabaan atau sentuhan. Siswa yang seperti ini penyerapan hasil pendidikannya melaui alat peraba yaitu tangan atau kulit.
Contoh : mengatur ruang ibadah, menentukan buah-buahan yang rusak (busuk)


Tipe Belajar Olfaktoris
 
Keberhasilan siswa yang bertipe olfaktoris , tergantung pada alat indra pencium, tipe siswa ini akan sangat cepat menyesuaikan dirinya dengan suasana bau lingkungan. Siswa tipe ini akan cocok bila bekerja di : laboratorium

Tipe Belajar Gustative
 
Siswa yang bertipe gustative ( kemampuan mencicipi ) adalah mereka yang mencirikan belajarnya lebih mengandalkan kecapan lidah. Mereka akan lebih cepat memahami apa yang dipelajarinya melalui indra kecapnya.

Tipe Belajar Kombinatif
 
Siswa bertipe kombinatif adalah siswa yang dapat dan mampu mengikuti pelajaran dengan menggunakan lebih dari satu alat indra.Ia dapat menerima pelajaran dangan mata dan telinga sekaligus ketika belajar. Karena banyak ragam tipe belajar siswa, maka kita sebagai pendidik hendaknya mengenali betul anak didik kita dan hendaknya pendidik memiliki berbagai metode mengajar, agar siswa dapat menerima atau mengerti apa yang disampaikan oleh gurunya dengan seefektif dan seefisien mungkin.

Catatan Penting!

  1. Adakalanya siswa terlihat bosan mengikuti pembelajaran dikelas. Kenapa demikian? Salah satunya disebabkan ketidakselarasan antara metode pengajaran dengan tipe belajar yang dimiliki siswa.
  2. Kemajemukan tipe belajar siswa bukan berarti guru harus menggunakan beraneka macam metode mengajar dalam satu kali tatap muka. Cukup satu atau dua namun bervariasi sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan.
  3. Keberhasilan belajar tidak dapat dinilai hanya pada hasil belajar, melainkan juga proses belajar yang menyertainya. Ini sekaligus mendidik agar siswa tidak terkontaminasi mindset serba instan.

Salam Istimewa!


Senin, 15 Februari 2010

Guru Kencing Berdiri (cemen!), Murid Kencing Berlari (keren!)

Ada sebuah anekdot lawas yang sering digunakan sebagai sindiran satir berbunyi: “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Anda sudah familier kan dengan kalimat tersebut? Saya yakin demikian. Entah siapa sebenarnya sang pemilik hak paten kalimat tersebut, yang jelas kalimat tersebut cukup populer dikalangan akademik maupun nonakademik. Nah, kalau boleh bertanya, apa sih penafsiran Anda tentang kalimat tersebut? (Jawab di kolom komeng, ya!)

Di sini saya ingin menukil kalimat tersebut sebagai senjata untuk menguak makna dari sisi yang berbeda. Maksudnya adalah, mencoba memainkan logika berpikir kritis terkait kalimat di atas. Begini, ada persepsi umum di kalangan siswa maupun guru itu sendiri bahwa seorang guru pasti lebih pintar daripada siswanya. Bahwa siswa selalu pada posisi inferior dibandingkan gurunya. Dan guru umumnya selalu memosisikan diri sebagai seorang superior. Terbukti, sangat jarang guru yang mau mengakui dirinya sebagai guru “bodoh”. Walaupun aslinya memang bodoh (hehe…). Kenapa demikian? Jawabannya sangat simpel. “Kalau gurunya ‘goblok’ , apalagi siswanya?” memakai manalogi guru kencing berdiri).

Nah, sekarang mari kita letakkan pada konteks asal bahwa (katanya) guru selalu lebih pintar daripada siswanya. STOP!! Jangan teruskan membaca!!!....(baca sekali lagi kalimat yang ditebalkan, dan renungkan!)

Hasilnya adalah bohong besar kalau guru selalu lebih pintar daripada siswanya. Yang ada justru siswa selalu lebih pintar daripada gurunya. Ini jika kita membenarkan kalimat “Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari”.

Logikanya, jika Guru kencing berdiri, murid kencing berlari sama saja artinya siswa lebih canggih daripada gurunya. Lho! Kok bisa? Ya jelas lah, kan kencing berlari lebih hebat dan lebih “keren” daripada kencing cuma berdiri. Jadi, memang benar kan bahwa siswa sebenarnya selalu lebih pintar daripada gurunya.

* * *

Mohon maaf jika Anda merasa kurang nyaman membaca posting kali ini yang sarat dengan istilah-istilah kamar kecil. Ini disengaja karena memang saya tidak sanggup merubah redaksi kalimat tersebut menjadi lebih halus/sopan. Jika pun dipaksakan, misalnya: “Guru pipis berdiri, murid pipis berlari” atau “Guru buang air kecil berdiri, murid buang air kecil berlari” maka maknanya pun tidak lagi sedahsyat jika tetap menggunakan redaksi aslinya. Jadi sekali lagi mohon maaf dan mohon maklum.

Namun sejatinya, ada pesan moral yang tetap ingin saya sampaikan pada kesempatan ini. Khususnya kepada rekan-rekan guru, umumnya kepada seluruh orangtua. Bahwa sudah bukan zamannya lagi guru harus merasa lebih pandai daripada siswa. Sehingga tidak layak lagi guru menganggap dirinya sebagai superior dan mahatahu. Setidaknya ada dua alasan untuk mengatakan demikian. Pertama: era keterbukaan informasi saat ini membuka peluang besar bagi siswa untuk mengakses ilmu/informasi tidak hanya dari sekolah, melainkan dari berbagai media informasi yang ada. Kedua: sejatinya, guru hanya bisa dianggap pandai pada satu sisi saja (misalnya bidang studi yang dia ajarkan) tapi pada sisi yang lain bisa jadi statusnya masih sama dengan siswanya bahkan mungkin lebih rendah. Sedangkan, sangat sering saya temukan siswa yang kurang pandai dalam hal pelajaran namun sangat pandai dalam hal yang lain, misalnya olahraga, musik, teknik, dll.

Jadi, sebagai guru mari kita gali potensi tersembunyi dari anak-anak kita dan kita kawal perkembangannya hingga mereka bisa bangga menjadi dirinya sendiri.


Salam Istimewa!