Kamis, 16 April 2009
Dilema Program Sekolah Gratis dan Pengobatan Gratis
Sekolah dan pengobatan gratis memang hal yang paling ditunggu-tunggu bagi semua masyarakat khususnya masyarakat menengah ke bawah. Untuk masyarakat menengah ke atas saya kira ngga terlalu ada respon kali ya…karena biasanya mereka justru beranggapan gratis itu sama dengan ‘murahan alias ngga bermutu’.
Tapi apa benar gratis sama dengan tidak bermutu? Kalau menurut saya bisa iya bisa tidak lho…
Iya, kalau pengadaan program seperti itu dilakukan dengan asal-asalan dan tidak di dukung oleh seluruh aspek maupun aparatur pelaksananya. Tidak, jika program tersebut dijalankan dengan sungguh-sungguh, penuh pengabdian, dan dedikasi dari aparatur pemerintah yang ada. Support pemerintah dan pelaksana (guru/dokter) di lapangan harus betul-betul maksimal baik dalam hal pelayanan maupun sarana prasarana pendukungnya. Dengan demikian, kualitas tetap menjadi misi utama program sekolah dan pengobatan gratis tersebut. Tapi bisakah itu diwujudkan?
Namun demikian, hal ini terkadang menjadi dilema. Kenapa dilema? Karena sudah jamak di negara ini bahwa uang telah menjadi parameter utama atas sebuah reward yang akan diterima. Pelaksana di lapangan lebih melihat berapa jumlah uang yang akan diterima daripada keseriusan memenuhi tugas dan kewajibannya, Walhasil merekapun setengah hati dalam menyukseskan program mulia ini. Padahal siapa juga sih yang mau sakit? Saya yakin tidak ada seorangpun yang kepingin sakit, ya kan? Sehat itu harta dan nikmat, masa mau kita buang begitu saja.
Malahan kalau menurut saya, untuk dapat menikmati pendidikan dan kesehatan yang baik dan berkualitas itu memang mahal. Ada harga yang harus di bayar untuk itu. Karena saya pun sadar pemerintah pun tidak mungkin men-cover semua biaya yang diperlukan guna mendukung terlaksananya program tersebut.
Ada harga yang mahal untuk sesuatu yang berkualitas, namun lagi-lagi jika menyebut harga mahal untuk sesuatu yang berkualitas…kasihan masyarakat yang tidak mampu di segi finansial terutama masyarakat menengah ke bawah. Contohnya seperti ini, kebanyakan rumah sakit terutama yang swasta, jika pasien itu dinilai termasuk pasien kategori menengah ke bawah, pasti selalu di pinggirkan alias tidak terlalu diprioritaskan dibanding pasien yang berduit. Yang siap duit maju dulu, yang ngga berduit belakangan. Inilah dilema kita yang masih mengutamakan uang untuk sesuatu meskipun sesuatu itu adalah masalah sosial dan pendidikan. Bukankah ilmu itu pada dasarnya titipan dari Allah yang harus kita berikan tanpa pamrih kepada mereka yang membutuhkan disamping amal bagi kita yang memberi ?
Tapi bagaimana dengan para pemberi atau pelaksananya jika dana yang diberikan dari pemerintah tidak mencukupi dan seimbang dengan apa yang mereka dedikasikan terutama dalam mendukung terlaksana program tersebut? Para pelaksana ini juga manusia yang perlu biaya untuk kebutuhan hidup di samping biaya operasional sarana dan prasarana yang terkadang tidak tercover oleh dana bantuan dari pemerintah. Nah, inilah dilema itu. Bagaimana? Ada opini?
Dan satu lagi, menurut saya program ini masih kurang greget disosialisasikan kepada masyarakat. Bahkan pemerintah pun menurut pandangan saya malah tidak sepenuh hati melaksanakannya. Padahal program ini justru akan terlaksana dengan baik jika pemerintah turun tangan sepenuhnya untuk mendorong gerakan program ini, tapi pada kenyataannya cuma sesaat saja, setelah itu hilang ditelan angin. Kapan dong, bangsa ini bersatu untuk bersama-sama mendukung dan menyukseskan program sekolah gratis dan pengobatan gratis?
Mari kita berpikir bersama untuk menemukan solusi terbaik demi kemajuan bangsa kita !
Salam Spesial !
Handoko Tantra
www.handokotantra.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dulu.. saat saya masih bersekolah... gaji guru berkisar 500an ribu.. tapi mereka begitu antusias dan bersemangat untuk mendidik siswanya untuk meraih prestasi terbaik. Bersamaan dengan perkembangan jaman, dan kalau boleh saya katakan dis sini adalah pergeseran jaman, manusia semakin terfokus pada masalah materi. Dan ini sebenarnya yang menjadi dilema. Tidak sedikit tenaga pendidik yang mengukurnya dengan uang. Artinya materi menjadi tolok ukur semangat mereka. Tapi yang terjadi selanjutnya, setelah gaji mereka sedikit demi sedikit dinaikkan, justru mereka semakin melupakan hakekatnya sebagai pendidik. Profesinya sebagai pendidik hanya dijadikan sarana untuk mendapatkan materi/uang. Bukan lagi membawa anak didik untuk meraih prestasi terbaik. Maaf lahir batin untuk saudaraku yang berperan sebagai pendidik.
BalasHapuskerja sama yang apik tenan...
BalasHapusmas han dan mas umar berkolaborasi (kolaborasi blogger)
--------------
harga memang tidak membohongi, selalu beriringan dengan kualitas, itu kenyataannya. tapi jika pemerintah cerdas, banyak hal untuk bisa disubsidi silang. kan katanya ada kebijakan harga minyak kenapa agak mahal dibandingkan negara tetangga karena untuk memenuhi post yang laen. toh itu belum bisa terlaksana secara lancar, karena tidak diiringi dengan kejujuran
--------------
salam sukses perdamaian
Apa yang telah dicontohkan oleh Mas Umar dengan Mas Handoko, semoga bisa dijadikan contoh bagaimana dalam membina "koalisi" yang saling menguntungkan.
BalasHapusBahwa koalisi tidak hanya dalam dunia POLITIK, dalam dunia BLOGGER pun bisa dilakukan.
Terima kasih untuk kedua sahabatku, atas posting yang bagus ini.
Kebijakan sekolah gratis yang dijalankan Pemerintah saya pribadi menilai lebih mengedepankan kuantitas ketimbang kualitas. Dengan nilai subsidi terbatas, sekolah mengalami dilema dalam menggenjot mutu. Mengingat, tidak dibenarkan adanya pungutan.
BalasHapusMaksih buanyak mas atas masukan di blog saya. Namanya juga baru belajar ngeblog mas,.... masukan demi mengarah ke penyempurnaan masih sangat saya harapkan. Tolong di kunjungi kembali,...
BalasHapussekali lagi, ujung2nya duit.. bahkan organisasi non profit pun tetap perlu duit untuk bisa berjalan..
BalasHapusapalagi rumah sakit, yang perlu membeli obat2an karena ga gratis.. gimana bisa menyediakan obat yang bagus kalo pasiennya semua minta gratisan?
karyawan RS juga harus digaji toh?
He..he..he.. Ngga pa-pa comment di postingan sendiri....hi..hi..hi..
BalasHapusMakasih buat semua rekan-rekan ya sudi memberikan comment untuk postingan sederhana ini lho. Makasih juga buat Pak Guru nih...karena pak guru nih yang ngingetin buat artikelnya...hampir aja lupa. Thanks a lot mas Umar.
Salam Spesial.
Wah... tidak banyak guru muda yang mikirin sejauh itu. Saya jadi teringat cita-cita masa kecil saya dulu. Pengen ngajar anak tidak mampu dan membuat hidup nereka lebih bermakna bagi lingkungan mereka. terus maju Mas Umar dan Mas Handoko.
BalasHapusSebenarnya ada salah kaprah yang seharusnya bisa diluruskan. Kata2 subsidi, gratis dll biasanya bisa jadi bumerang karena bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan dalam kesempitan. SEkolah gratis, prakteknya guru2 memungut biaya diluar seperti LKS atau praktek dll. Pupuk bersubsidi, ternyata malah kacau, banyak yang menimbun an di jual dengan harga 2 kali lipat. Kalau menurut saya pemerintah harus mendorong sektor ekonomi untuk menumbuhkan daya beli masyarakat dengan membuka kran2 lapangan pekerjaan ayng mampu menyerap semua lapisan masyarakat.. Termasuk sarjana yang pengangguran..he..he..
BalasHapusKolaborasi yang mantap untuk anda berdua, saya rasa ini bisa dijadikan contoh buat para blogger lain.
BalasHapus-salam istimewa-
Pengobatan gratis, sekolah gratis, gratis, gratis, gratis...sebenarnya saya suka dengan semua program gratis bagi rakyat kecil di Indonesia. Tapi kalo boleh berkomentar jika program" seperti ini salah dikaprahkan oleh penerima program, maka ini justru bisa menjadi bumerang yang akan membenamkan mental bangsa ini ke arah yang lebih buruk.
BalasHapusSaya harap pemerintah bisa mengimbangi dengan kebijakan" lain yang bisa menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa program gratis bukanlah satu"nya solusi untuk menjadi lebih baik.
Artikel menarik mas,
salam sukses
program yang diperuntukkan bagi harkat orang banyak, memang sering di kaitkan dengan peran pemerintah sebagai penyelenggara nasional. itu memang lumrah, karena pemerintahlah yang memegang kuasa akan hal itu.
BalasHapusnamun terkait dengan sekolah dan pelayanan kesehatan, jika masih mengacu pada standar2 sosial yang menuntut pengecualian2 terhadap golongan2 tertentu, maka diperlukan adanya komposisi yang memadai.
sampai kapanpun, ketersediaan modal, akan mempengaruhi tingkat kualitas dari program tersebut. hal ini harus disadar, jadi untuk kedepannya mari sama2 mengurangi tuntutan dan meningkatkan inisiatif.agar tercipta situasi yang masuk dalam kategori ideal.
semoga bisa menambah perspektif.
Salam Sukses
Saya ingat dengan artikel di sebuah majalah yang saya lupa, yang jelas dah lama sekali, dalam artikel tersebut digambarkan tentang pembentukan paradigma seseorang dalam bekerja. sedari kecil orang sudah disarankan agar sekolah sing pinter, terus dadi dokter ben iso tuku helikopter. jadi tujuan jadi dokter adalah agar bisa beli sesuatu yang hebat, agar kaya, agar dihormati.. seharusnya kan sekolah yang pinter kalo jadi dokter biar bisa nyembuhin orang, menolong orang...
BalasHapusmakna hidup dalam bekerja, masih belum begitu penting saat ini, jadi memang bekerja baru sebatas diartikan sebagai sarana mencari duit.
salam metal pake telor (istimewa)
Salam sangat Istemewa untuk sampean berdua Mas Guru dan Mas Han, selamat atas kelahiran kolaborasi ini, jan makyus tenan, dah lama ga main ketempate pak Guru, lha dalah tadi sya pikir pindah eh ternyata berkoalisi sip tenan, tetep semangat (kaya pemilu nih)salam special unruk Mas Guru dan Mas Han sukses luar biasa.
BalasHapus@To All My Friend.
BalasHapusSebelumnya saya ucapkan terima kasih nih buat temen-temen semuanya yang udah pada ngasih semangat dan dukungannya. Dukungan kalian sangat memotivasi saya untuk menjadi lebih baik dalam menyajikan serta membagikan tulisan-tulisan yang bermanfaat....
Akhir kata semoga artikel ini memberikan pencerahan dan ilmu yang bisa diambil maknanya untuk diterapkan secara positif dalam kehidupan temen-temen semuanya.
Sekalian comment ini sebagai perwakilan pak guru untuk membalas comment yang telah masuk...he..he..
To : mas Umar, sorry ya..ngga bisa jawab commentnya satu persatu...yang penting saya senang sekali udah ada yang mau ngomentarin artikel sederhana ini namun maknanya luar biasa.
Tetap Semangat..!!!
Benar Mas, Programs sekolah dan pengobatan gratis sangat membantu meringankan beban masyarakat, sekarang apakah sekolah gratis dapat mencetak siswa yang berkualitas dengan sarana dan fasilitas yang terbatas,
BalasHapuspemerintah seharusnya tetap mendahulukan untuk membenahi kualitas dan sarana pendidikan/kesehatan semaksimal mungkin. Untuk masalah mekanisme, biaya dll ya.. itu harus dipikirkan oleh anggota dewan yang baru saja kita pilih dan sebentar lagi akan dilantik.
Soulmate yang luar biasa. (Mas.Handoko & Mas. Umar)
Salam soulmate.
saat ini materialisme memang sudah mengendalikan semua sendi kehidupan kita. hingga di dunia bisnis ada istilah "uang tidak berbohong". hemm... susah juga yah... tapi yang bisa mengerem ini semua adalah kekuatan spiritual kita. semoga yang ini ttp terpelihara
BalasHapusemang dilema mas..
BalasHapuskalo ada yg bilang "ada duit ada barang"
gimana mau gratis
jadi inget pepatah kuno mas"mau pinter ko gratis" pendapat saya "inposibel" tapi bersukur juga
BalasHapusBiasalah negeri kita mas, sudah jadi budaya, walaupun katanya gratis tetap aja ada yg harus dibayar, kalo toh benar gratis, kerjanya setengah hati, maklumlah ga ada duitnya, benar ga ya ???
BalasHapusrasanya saya ga bakal percaya dengan sekolah atau pengobatan gratis lah,pasti 100% bakal payah..liat aja sekarang pelayanan rumah sakit yang melayani pasien pakai ASKES..pelayanannya sudah jelek..nah apalagi kalo digratisin? halah..
BalasHapusSekolah gratis+pendidikan gratis; tidak setuju. Ga adil itu, orang kaya dan orang miskin sama-sama ga bayar. Enak amat...
BalasHapusLagian, terminologi gratis yang dipakai selama ini juga menyesatkan, karena pada prakteknya juga tetap ada komponen biaya yang harus dibayar oleh end-user.
Mending pake slogan pendidikan/kesehatan murah dan berkualitas aja...
Sekian, salam kenal Pak. Blognya edukatif.