Jumat, 22 Mei 2009

Upah Minimum Guru Untuk Guru Non-PNS



Kabar Gembira Untuk Guru Non-PNS
Di tengah hiruk pikuknya persiapan pelaksaan Pemilu Legislatif kemarin berhembus kabar gembira untuk guru honorer. Dalam beberapa bulan belakangan ini, Depdiknas sedang mempersiapkan draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur tentang guru honorer. Termasuk di dalamnya adalah tentang kepastian pengangkatan guru honorer sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penetapan upah minimum guru untuk guru-guru wiyata bakti/honorer.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa hingga saat ini tidak ada sama sekali regulasi yang mengatur tentang standar gaji guru secara nasional. Hal ini kemudian menimbulkan disparitas nominal gaji yang diterima oleh guru-guru honorer. Ada guru honorer yang mendapatkan gaji sangat tinggi bahkan melebihi gaji guru PNS, namun di sisi lain ada pula guru honorer yang menerima gaji hanya sebatas belas kasihan dari penyelenggara pendidikan. Lebih kontras lagi jika gaji guru honorer dipersandingkan dengan gaji guru negeri (PNS).

Dengan disetujuinya RPP ini, maka nantinya guru-guru honorer baik honorer pada sekolah negeri maupun sekolah swasta akan mendapatkan kepastian seputar status mereka dan berapa besaran upah yang wajib mereka terima. Menurut kabar, gaji guru honorer ini nantinya akan ditetapkan di atas nominal upah minimum regional (UMR) yang berlaku di masing-masing daerah. Penetapan upah minimum guru yang berada di atas UMR tersebut mengacu pada kewajiban seluruh guru saat ini untuk memiliki latar belakang pendidikan minimal SI/D4 atau sarjana. Jadi sangat wajar jika gaji guru nominalnya di atas upah buruh pabrik yang rata-rata masih lulusan SMA.

Upah Minimum Guru Sulit Terealisasi
Walaupun Rancangan Peraturan Pemerintah ini sangat positif dan dapat menjadi tonggak bersejarah dalam sistem pendidikan di tanah air, bukan berarti akan terlaksana tanpa kendala. Kendala terbesar adalah ketidakmampuan penyelenggara pendidikan untuk memenuhinya.

Sekolah bukanlah perusahaan atau pabrik yang nyata-nyata mengutamakan profit. Mengingat hal itu, maka dibutuhkan dana tambahan yang cukup besar untuk membackup gaji guru yang membengkak tersebut. Sedangkan di sisi lain rata-rata penyelenggara pendidikan swasta mengandalkan uang SPP untuk menggaji para guru. Perlu diketahui pula bahwa sejak diberlakukan program sekolah gratis maka pungutan dalam bentuk apapun (termasuk SPP) dari wali murid diupayakan untuk ditiadakan. Dengan demikian tentu akan semakin berat beban penyelenggara pendidikan untuk memenuhi peraturan pemerintah tersebut nantinya. Satu-satunya jalan adalah pemerintah turut membackup gaji guru tersebut melalui APBN/APBD.

Sisi lain Yang Perlu Anda Tahu
Setelah sekian waktu berkecimpung dalam bidang pendidikan, saya dapat menyimpulkan beberapa hal yang sepertinya perlu anda ketahui, yaitu:
  1. Ada beberapa penyelenggara pendidikan (Yayasan) yang telah melenceng dari visi utama pendirian yayasan yaitu untuk kepentingan sosial. Lebih kongkretnya, yayasan telah diubah haluannya menjadi sebentuk perusahaan kecil yang berfokus pada profit. Atas dasar itulah, maka yayasan mengupayakan menjaring sebanyak-banyaknya siswa. Dengan demikian dipastikan akan meningkatkan profit yayasan. Profit tersebut bisa diperoleh dari siswa baik berupa SPP maupun aneka ragam pungutan lainnya, dan bisa pula dari pemerintah berupa BOS, Beasiswa, BOMM, dll. Tujuan dari peningkatan profit yayasan adalah untuk peningkatan kesejahteraan pengurus yayasan itu sendiri. Sedangkan peningkatan kualitas pembelajaran dan peningkatan kesejahteraan para guru yang dinaunginya tidak terlalu dipentingkan. Atau dengan bahasa populernya, wali murid dan guru hanya dijadikan sebagai sapi perah saja.

  2. Tidak adanya standar nominal penggajian guru sebagaimana upah minimum regional (UMR) yang diatur dalam PP maupun Perda, maka banyak pihak yang berlomba-lomba mendirikan lembaga pendidikan/sekolah tanpa mempertimbangkan kemampuan mereka untuk menggaji guru. Pada akhirnya hal inilah yang kemudian menjadikan besaran gaji guru yang diberikan hanya didasarkan pada belas kasihan para pengurus yayasan saja. Jika menganut rata-rata gaji guru honorer sekarang yang hanya Rp 20.000,- per jam, maka mendirikan sekolah adalah salah satu lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Terlebih lagi jika sekolah tersebut mampu menjaring sebanyak mungkin siswa.
    Dengan adanya standar upah minimum guru, maka kedepannya pihak yang akan mendirikan sekolah tentu akan berpikir ulang mengingat mereka juga harus mampu menyediakan anggaran untuk gaji guru yang besarannya telah diatur dalam PP maupun Perda. Selaras dengan itu, pemerintah juga harus konsisten untuk memperketat izin pendirian sekolah baru atau bahkan menutup sekolah yang ada jika tidak mampu memberikan gaji guru sebagimana yang diatur dalam PP maupun Perda.


Kekhawatiran Jika Upah Minimum Guru Diberlakukan
Di atas semua uraian di atas terselip dua kekhawatiran bagi saya jika upah minimum guru tersebut benar-benar direalisasikan.
  1. Kelak tidak semua lulusan LPTK/Calon Guru dapat terserap ke dunia kerja. Pasalnya sekolah tentu akan berpikir ulang menerima guru baru mengingat konsekuensi anggaran yang harus dikeluarkannya nanti. Walhasil, para calon guru tersebut akan bersaing sangat ketat untuk bisa menembus tembok sekolah. Selain itu, kelak sekolah yang beroperasi tentu lebih sedikit sehingga lowongan guru juga menjadi sangat terbatas. Sedangkan setiap tahun, ribuan calon guru baru dilahirkan dari berbagai LPTK di negeri ini. Lalu, bagaimana kelanjutan nasib calon-calon guru yang tidak terserap oleh sekolah tersebut? Ini tentu akan menjadi permasalahan baru nantinya.

  2. Semakin sedikitnya sekolah yang beroperasi secara tidak langsung akan menghambat akses siswa untuk memperoleh pendidikan formal. Siswa/calon siswa akan sulit mencari sekolah yang mau menerimanya karena terbatasnya jumlah sekolah yang ada. Bilapun ada, persaingan untuk bisa masuk pada satu sekolah tentu semakin sengit. Lalu, bagaimana kelanjutan nasib siswa yang terdepak dari persaingan merebut bangku sekolah formal tersebut? hufff....ngeri sekali membayangkannya.

Bagaimana sebaiknya menurut Anda, kawan?



Salam Istimewa!









18 komentar:

  1. mudah2an semuanya menjadi kearah yang lebih baik

    BalasHapus
  2. Mudah-mudahan 2 kekhawatiran pak umar di atas, tidak terjadi

    BalasHapus
  3. Mas Umar..
    Semua info pendidikan yang Mas Sajikan Fresh, substansif dan memotivasi.

    Saya antusias dengan Rancangan Peraturan Pemerintah yang akan mengatur standarisasi Guru Honorer. Dengan begitu dunia pendidikan akan semakin mengedepankan hakikat profesionalisme. otomatis bobot pendidikanpun semakin meningkat.

    Kekhawatiran?? wajarlah Mas. Paling tidak ada cahaya di Ujung Lorong... He he he...

    Salam Perdjoengan!

    BalasHapus
  4. Betul, saya setuju dengan apa yang dikomentarin oleh Mas Fadly.

    Badai pasti akan berlalu, pasti akan ada cahaya di ujung lorong..

    BalasHapus
  5. Memang kita semua selalu berharap yang terbaik bagi semua guru di negara kita,agar pemerintah lebih memperhatikan lagi lebih serius kesejahteraan para guru,bagaimanapun guru tetep pahlawan tanpa tanda jasa,yang tak boleh kita lupakan apalagi kita pinggirkan begitu saja,smoga kekawatiran mas umar tak terjadi,salam

    BalasHapus
  6. Membaca artikel diatas, ada 2 hal yang saya respon. pertama saya senang atas kebijakan yang sudah bisa memperhatikan nasib guru-guru non-PNS. Tapi, tetap saja ada kekurangan disana-sini. Dan untuk masalah kekurangan, saya sepakat dengan yang dikatakan mas fadly bahwa anggaplah itu kewajaran dari sebuah perubahan.

    Harapan saya semoga semua berjalan sebagaimana mestinya.
    Nice post pak,

    Keep Spirit

    Ricky
    Businessman

    BalasHapus
  7. Angin segar lagi buat dunia pendidikan Indonesia...

    semoga benar-benar terealisasikan dan yang pasti di imbangi dengan peningkatan kualitas SDM para guru honorer tersebut.

    Kan yang mahal haru disertai dengan kualitas mahal juga he..he..he..

    Salam Sukses

    BalasHapus
  8. Saya membayangkan bagaimana lulusan LPTK yang berebut mencari sekolah untuk bisa mengajar. dan tentu ini persoalan yang tidak sepele dan menjadi PR bagi pemerintah untuk menciptakan lahan buat mereka, biar tidak ada calon2 guru yang terlantar..

    BalasHapus
  9. @ Dadang Firdaos
    Semoga saja begitu Mas Dadang

    @ Wiwit Yudiantara
    Ya Mas Wiwit. saya juga berharap begitu.

    @ Fadly Muin
    Terimakasih supportnya Mas. Dan saya juga berharap cahaya itu tidak bergerak menjauh, tapi semakin mendekat.

    @ Sumartono
    Saya juga sependapat Mas Sum.

    @ Ricky
    saya juga berharap begitu Mas Ricky. Trims responnya.

    @ Handoko Tantra
    Ya Mas, kabar ini adalah angin segar untuk kawan-kawan guru honorer.
    Dan semoga memang ada peningkatan kualitas guru setelah semua terealisasi. Sebagaimana yang kita harapkan bersama.

    @ Zam
    Benar sekali Mas Zam. Tapi saya juga berharap para guru juga sadar diri untuk selalu memberi nilai tambah pada dirinya masing-masing.

    Salam Istimewa !

    @

    BalasHapus
  10. Do the best that you can, apapun status Anda saat ini.
    Jangan lupa mendekat juga sama Sang Khalik.

    Why?
    Karena ketika kita bekarja dengan baik dan tidak melupakanNya, akan ada masa dimana Allah menaikkan derajat kita dalam hidup kita.

    Itu artinya kemakmuran bertambah, terlepas apakah Anda jadi guru PNS ataupun non PNS.

    Be Profesional, dan tawakkal!

    BalasHapus
  11. Alhamdulillah akalo benar bgitu.. Smoga aja PNS bisa bkerja lbih giat lagi. Yg psti seiring dngn adanya pngkatan sbuah upah, smestinya juga diikuti dengan smngat kerja yg tnggi dan pngabdian yg tnggi pula...

    BalasHapus
  12. Anggaran APBN sekarang katanya sudah maksimal utk pendidikan, ternyata di lapangan tidak seperti yg diharapkan yaaa...

    Turut prihatin memang dgn gaji guru honor yg di bawah standar itu...entahlah, di Indonesia rasanya sulit sekali memandang dunia pendidikan sebagai lahan bisnis, seandainya itu terjadi asal dibarengi dgn kwalitas hasil anak didik yg oke punya...who's dare...?

    btw, guru saja membayangkan ngeri...apalah lagi aku yg non guru...

    Semoga saja wajah dunia pendidikan kita semakin baik ke depannya yaaa...!

    Guru ngeblog...canggih dong! Semangat...!

    BalasHapus
  13. Nasib guru sebetulnya menjadi tanggungjawab kita bersama, masyarakat dan pemerintah. Karena kemajuan suatu bangsa berawal dari kemajuan pendidikan suatu bangsa. Kalau masyarakat dan pemerintah tidak peduli dengan nasib guru, tunggulah saja keterpurukan bangsa tersebut.

    BalasHapus
  14. ya, mudah-mudahan kekhawatiran njenengan itu tidak terjadi...

    dan seandainya RPP itu jadi, penyaringan penerimaan guru honorer dari pihak sekolah harus lebih selektif lagi, benar-benar melalui tes kompetensi yang fair

    BalasHapus
  15. Betul sekali uraian mas Umar diatas, sama dengan yang saya rasakan, malah saya lebih khawatir mas, pasalnya di Yayasan tempat saya mengajar sekarang, setelah ganti pemimpin orentasinya udah berubah haluan seperti yang mas Umar sampaikan diatas, sekolah2 yang di bawah naungannya menjadi pudar dan tidak dapat mencapai target di PSB tahun ini.
    Sanksinya, jam mengajar dikurangi dan otomatis akan megurangi penghasilan kita.

    BalasHapus
  16. Semoga kehidupan guru menjadi lebih baik dan kualitas pendidikan yg diterima para murid juga lebih baik. Btw, berapa banyak ya guru yg ngeblog juga hehehe


    Butuh tempat buat menaruh link artikel/blog anda?

    gunakan Klipping untuk menyebarluaskan artikel blog anda.

    BalasHapus
  17. Setahu saya mas yang perlu di bahas adalah menghimbau atau jika perlu menekan agar pernyataan no 1. harus dihilangkan.
    "1. penyelenggara pendidikan (Yayasan) yang telah melenceng dari visi utama pendirian yayasan yaitu untuk kepentingan sosial"
    memang banyak yayasan penyelenggara pendidikan dengan dalih sosial akhirnya menekan gaji guru. jika ada peluang lebih baik guru tersebut mengajar ditempat lain saja. karena sekarang sudah banyak yayasan yang mau mengikuti aturan undang-undang guru dan dosen. biasanya yayasan itu tidak mau rugi, apalagi yang mengelola keluarga. mereka tidak berpikir bahwa guru adalah aset mereka. karena hal ini yang membuat guru lebih baik memilih menjadi guru pns.
    semoga dengan posting kecil ini dibaca oleh para pengelola yayasan pendidikan agar lebih memandang guru sebagai asset mahal bukan sebagai alat produksi pendidikan.


    Kalau poin kedua,
    "2. Tidak adanya standar nominal penggajian guru sebagaimana upah minimum regional (UMR) yang diatur dalam PP maupun Perda"
    sekarang sedang dirancang, bahkan sudah mulai berjalan. gaji guru sekarang minimal Rp. 2juta sudah mulai diterapkan.
    tunjangan struktural dan fungsional profesor misalnya, sekarang sudah menembus hampir Rp. 30jutaan. ini sebuah terobosan baru di indonesia mengapresiasi guru besar dengan take home payment yang tinggi. guru besar sekarang harus lebih sering di laboratorium atau penelitian. untuk guru-pun demikian mas. mangkanya kalau program sertifikasi di hapuskan wah parah.... guru akan tetap seperti dulu. sertifikasi itu sebenarnya sangat membantu. pertama menhindari kecemburuan diantara profesi lain, kedua guru dan dosen akan dibentuk menjadi tenaga profesional sesuai bidangnya.

    waduh jadi panjang neeh.... trims pak guru...

    BalasHapus
  18. sangat setuju kalau hal itu terjadi, ini adalah awal bagi indonesia untuk menaiki tangga kemajuan. .... bangsa yg besar itu bangsa yang memulikan para guru yang ada di sana

    BalasHapus